1. Pengertian Pengendalian Sosial
Manusia dalam kehidupannya akan selalu berinteraksi
dengan manusia lainnya. Dalam berinteraksi tersebut adakalanya timbul masalah,
misalnya terjadi salah paham lalu berkelahi. Bagaimana kalau timbul masalah ?.
Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik
dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu
keseimbangan sosial ( social equilibrium). Untuk menciptakan
keseimbangan sosial tersebut diperlukan upaya menghilangkan
penyimpangan-penyimpangan sosial. Berikut ini beberapa definisi tentang
pengendalian sosial. Menurut Berger (1978). Pengendalian Sosial adalah:
berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang
membangkang. Roucek (1965) mengemukakan bahwa Pengendalian Sosial adalah suatu
istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan,
dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup
suatu kelompok. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan
kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial ( Social
Control).
2.
Cakupan
Pengendalian Sosial
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial?
Yang terlibat dalam pengendalian sosial bisa seorang individu atau kelompok
individu/manusia. Contohnya sebagai berikut:
a. Pengawasan antar individu.
Contoh: Amir menyuruh adiknya agar berhenti
berteriak-teriak, Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi, dan Polisi
memerintahkan memakai helm pada seorang pengendara sepeda motor.
Dari contoh di atas Amir, Tono dan Polisi sebagai
individu (manusia seorang diri) pengendali sosial, yang mengendalikan individu
lain.
b. Pengawasan individu dengan kelompok.
Contoh: Guru mengawasi ujian di kelas, Polisi mengatur
lalu lintas dan Bapak memerintah anak-anaknya untuk segera belajar daripada
ribut terus. Dari contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang
melakukan pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna
jalan dan anak-anak.
c. Pengawasan kelompok dengan individu.
Contoh: Bapak dan Ibu Pranoto selalu mengontrol
perilaku anak tunggalnya, sekelompok orang menyuruh turun pada seorang anak
yang memanjat tiang listrik, dan kawanan massa menghajar seorang pencopet. Dari
contoh di atas Bapak dan Ibu, sekelompok orang dan kawanan massa merupakan
kelompok pengendali sosial terhadap seorang individu, yaitu anak tunggal,
seorang anak dan seorang pencopet.
d. Pengawasan antar kelompok.
Contoh: Dua perusahaan yang melakukan joint venture
(patungan) selalu melakukan saling pengawasan, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) memeriksa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan dua atau lebih
negara berkembang bergabung dalam pengawasan peredaran obat-obatan terlarang.
Dari contoh di atas, ada kelompok orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang
mengawasi atau sebagai pengendali sosial kelompok lain yaitu perusahaan,
Depdiknas dan negara berkembang. Demikianlah, Anda kini telah mengetahui 4 hal
cakupan pengendalian sosial. Cobalah cari contoh-contoh lain agar Anda lebih
memahaminya.
3.
Sifat
Pengendalian Sosial
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial
terhadap perilaku anggotanya? Ada 2 sifat yang dipakai dalam pengendalian
sosial. Dua sifat dalam pengendalian sosial tersebut yaitu :
a. Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan
sebelum terjadi pelanggaran, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak
terjadi pelanggaran. Contoh: Untuk mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh
anak-anaknya tidak bermain di luar rumah, tidak bosan-bosannya guru menasehati
murid-muridnya untuk segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di
jalanan; untuk menghindari terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat
narkoba.
b. Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan
setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan ( deviasi). Pengendalian
sosial ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya
tindakan penyimpangan. Contoh: Berulangkali Ibu Tono menasehati agar Tono tidak
berkelahi, namun suatu hari kemudian Tono berkelahi juga. Betulkah itu contoh
pengendalian social represif? Jelas itu salah! Mengapa? Karena nasehat kepada
Tono dilakukan sebelum Tono berkelahi. Contoh pengendalian represif yang betul,
misalnya : Hakim menjatuhkan hukuman kepada terpidana, Pak Rudi di PHK karena
korupsi. Dari contoh tersebut, terpidana dan Pak Rudi mendapat hukuman dan PHK
setelah melakukan tindakan penyimpangan. sosial.
4.
Tujuan
Pengendalian Sosial
Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu
keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat.
Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang
stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan, menyebabkan
terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial untuk memulihkan
keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya perubahan.
Ada 4 cakupan pengendalian sosial yaitu:
a. Pengendalian sosial antar individu
b. Pengendalian sosial individu terhadap kelompok
c. Pengendalian sosial kelompok terhadap individu
d. Pengendalian sosial antar kelompok.
5.
Teknik-teknik
Pengendalian Sosial.
a.
Cara
Persuasif
Cara persuasif lebih menekankan pada
usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak
sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan
menghimbau. Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan.
Contoh:
1) Para tokoh masyarakat membina warganya dengan memberi
nasehat kepada warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama,
mentaati peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya.
2) Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati
anaknya yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya
bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain.
Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang
terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3) Seorang guru membimbing dan membina muridnya yang
ketahuan merokok di sekolah. Guru tersebut dengan penuh kewibawaan dan
kesabaran menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan dan juga
merugikan orang lain, selain itu juga merupakan pemborosan.
b.
Cara
Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau
ancaman yang menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku
jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan
keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara
persuasif, contoh:
1) Agar para perampas sepeda motor jera akan
perbuatannya, maka ketika tertangkap masyarakat langsung mengeroyoknya.
Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim
sendiri. Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para
perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2) Peraturan hukum dari negara tertentu yang
memberlakukan hukuman cambuk, rajam, bahkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan,
agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat jera dan takut
melakukan tindak kejahatan.
c.
Cara
Pengendalian Sosial Melalui Sosialisasi
Cara pengendalian sosial melalui sosialisasi
dikemukakan oleh Froman pada tahun 1944 sebagai berikut: “Jika suatu masyarakat
ingin berfungsi secara efisien, maka mereka harus melakukan perannya sebagai
anggota masyarakat”. Melalui sosialisasi mereka dapat menjalankan peran sesuai
dengan yang diharapkan masyarakat. Misalnya, sejak kecil seseorang dididik melakukan
kewajiban yang ada di lingkungan keluarga seperti membersihkan rumah dan
merapikan kamar, lambat laun akan timbul rasa senang dalam diri anak tersebut
jika sudah melakukan kewajibannya. Apabila si anak tersebut sudah besar dan
hidup di lingkungan yang lebih luas, ia akan terbiasa berperan sesuai dengan
status yang ia sandang. Melalui sosialisasi seseorang diharapkan dapat
menghayati (menginternalisasikan) norma-norma, nilai di masyarakat dan
menerapkan dalam perilakunya sehari-hari.
d.
Cara
Pengendalian Sosial Melalui Tekanan Sosial.
Cara pengendalian sosial melalui tekanan sosial
dikemukakan oleh Lapiere pada tahun 1954. Lapiere berpendapat bahwa
pengendalian sosial merupakan suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu
akan penerimaan kelompok. Kelompok akan sangat berpengaruh jika anggotanya
sedikit dan akrab. Keinginan kelompok dapat digunakan untuk menerapkan
norma-norma yang ada agar para anggotanya dapat merealisasikannya. Misalnya,
pandangan masyarakat konservatif yang masih menganggap perlu diadakannya
upacara adat secara seremonial. Mereka cenderung tetap melaksanakannya daripada
melanggarnya.
6.
Bentuk-bentuk
Pengendalian Sosial
Bentuk-bentuk pengendalian sosial antara lain:
a.
Desas-desus
(Gosip)
Merupakan “kabar burung” atau “kabar angin” yang
kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini
sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini
masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan
kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat.
Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mendongkrak popularitas seseorang,
misalnya artis, dan pejabat..
b.
Teguran
Merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku
pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah
membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Misalnya, seorang
guru menegurmuridnya yang sering ngobrol pada waktu belajar di kelas.
Adakalanya juga memberikan surat pemanggilan orang tuanya untuk ke sekolah.
c.
Hukuman ( Punishment)
Adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku
pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh
Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.
d.
Pendidikan
Pengendalian sosial yang telah melembaga baik di
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan membimbing
seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama,
nusa dan bangsanya. Seseorang yang berhasil di dunia pendidikan akan merasa
kurang enak dan takut apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau
menyimpang bahkan melanggar peraturan. Contoh: setelah Tono terpilih menjadi
pelajar teladan ia sangat menjaga perilakunya dengan baik, untuk tidak
melanggar tata tertib, bertutur kata baik, mengerjakan tugas dan kewajibannya
sebagai pelajar dengan penuh tanggung jawab.
e.
Agama
Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk agama seseorang harus menjalankan
kewajiban dan menjauhi larangan. Contoh: jika seseorang meyakini dan patuh pada
agamanya, maka dengan sendirinya perilakunya terkendali jauh dari perilaku
menyimpang atau melanggar peraturan. Misalnya, tidak akan memfitnah, korupsi,
berjudi, dan mencuri.
f.
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik akan dijalankan sebagai alternatif
terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat
dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk
pengendalian sosial lain terlebih dahulu.Contoh: Pencuri dihajar massa dan
tidak diserahkan pada polisi, rumah dukun santet dibakar dan petugas keamanan
menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.
7.
Konsekuensi
Pengendalian Sosial
a.
Fungsi Pengendalian Sosial
Fungsi pengendalian sosial ada 2 hal pokok, yaitu:
1) Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma. Usaha
ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui
pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan,
sadar hukum dan sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada.
Melalui pendidikan non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan
warga masyarakat untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2) Mempertebal kebaikan norma. Hal ini dilakukan dengan
cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat,
cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai
terpuji, contohnya cerita Malin Kundang, cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya.
Dengan demikian dalam pelaksanaan pengendalian sosial diperlukan sarana atau
alat yang berupa lembaga atau pranata sosial.
b.
Peranan Pranata Sosial atau Lembaga Sosial Dalam
Pengendalian Sosial.
Peranan lembaga sosial atau pranata sosial dalam
pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat adalah sangat besar dan
dibutuhkan, khususnya terhadapperilaku yang menyimpang demi keseimbangan
sosial. Terlebih dahulu marilah kita perjelas pengertian lembaga sosial atau
pranata sosial. Lembaga sosial merupakan wadah/tempat dari aturan-aturan
khusus, wujudnya berupa organisasi atau asosiasi. Contohnya KUA, mesjid,
sekolah, partai, CV, dan sebagainya. Sedangkan pranata sosial adalah suatu
sistem tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota
masyarakat agar hidup aman, tenteram dan harmonis. Dengan bahasa sehari-hari
kita sebut “aturan main/cara main”. Jadi peranan pranata sosial sebagai pedoman
kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan sosial. Pranata sosial merupakan
kesepakatan tidak tertulis namun diakui sebagai aturan tata perilaku dan sopan
santun pergaulan. Contoh: kalau makan tidak berbunyi, di Indonesia pengguna
jalan ada di kiri badan jalan, tidak boleh melanggar hak orang lain, dan
sebagainya. Jadi lembaga sosial bersifat konkret, sedangkan pranata sosial
bersifat abstrak, namun keduanya saling berkaitan.
Pranata sosial atau lembaga sosial apa yang terdapat
dalam masyarakat yang dipakai sebagai pengendalian sosial? Pengendalian sosial
itu dapat dilakukan oleh:
1) Polisi
Polisi sebagai aparat negara, bertugas
memelihara keamanan dan ketertiban, mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang.
Peran Polisi bukan hanya menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku
pelanggaran ke instansi lain seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan
mengadakan penyuluhan terhadap orang yang berperilaku menyimpang dari hukum.
2) Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian
sosial untuk menentukan hukuman bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya
agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar
orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang
lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa
denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung kesalahan
pelaku menurut hukum yang berlaku.
3) Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat radisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat radisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.
4) Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh atau
wibawa (kharisma) sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh
masyarakat diharapkan menjadi teladan, pembimbing, penasehat dan petunjuk.Ada
dua macam toko masyarakat:a. tokoh masyarakat formal, misalnya Presiden, Ketua
DPR/MPR, Dirjen, Bupati, Lurah, dsb; b. tokoh masyarakat informal, misalnya
pimpinan agama, ketua adat,pimpinan masyarakat.
c.
Konsekuensi Penggunaan Teknik-teknik Pengendalian
Sosial
Konsekuensi adalah akibat yang harus ditanggung dari
hasil perbuatan, pemecahan masalah, rencana atau langkah yang sudah diambil.
Teknik-teknik atau caracara pengendalian sosial adalah persuasif, koersif,
melalui sosialisasi, melalui tekanan. Ternyata cara-cara atau teknik-teknik
dalam pengendalian sosial tersebut tidak semuanya cocok kita terapkan dalam kondisi,
situasi, waktu dan tempat yang sama. Oleh karena itu kita perlu hati-hati dalam
penerapan cara pengendalian sosial tersebut.
Konsekuensi yang harus kita tanggung dalam
teknik-teknik pengendalian sosial adalah diperlukannya hukum, pendidikan, agama
dan kedisiplinan individu yang betul-betul menunjang terciptanya keseimbangan
sosial. Mari kita bahas satu persatu:
1) Hukum
Hukum adalah aturan yang tertulis yang
mengatur hak dan kewajiban dan hubungan hukum antar manusia. Hukuman adalah
penderitaan yang dijatuhkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang terhadap
pihak yang melakukan pelanggaran atau kejahatan. Hukuman adalah sanksi yang
negatif. Sedangkan sanksi positif disebut Rewards, yang berupa pujian, hadiah,
bagi orang yang mematuhi aturan sehingga dapat dijadikan teladan. Tujuan
hukuman ialah agar si pelaku menjadi jera atas perbuatannya dan menjadi baik
lagi seperti keadaan sebelum ia menjadi jahat.
2) Pendidikan
Pendidikan formal maupun pendidikan
informal. Pendidikan formal adalah pendidikan melalui sekolah sedangkan
pendidikan non formal melalui pergaulan di masyarakat. Pendidikan sekolah akan
mampu membentuk perilaku manusia untuk disiplin, mematuhi tata tertib, membina
hubungan baik dengan sesama. Melalui pergaulan masyarakat sangat berpengaruh
bagi perkembangan pribadi seseorang. Pemahaman diri, pemahaman masyarakat dan
pemahaman nilai-nilai hidup akan membantu terciptanya masyarakat yang
terkendali. Pelaku pelanggaran akan berkurang kalau masyarakat cukup
berpendidikan.
3) Agama
Agama adalah bentuk hubungan pribadi
antara manusia dengan Allah. Orang yang beragama akan mencoba agar semua
pikiran, ucapan dan tindakannya sesuai dengan hukum Allah. Tidak ada agama yang
mengajarkan kejahatan. Tidak saling mengganggu, tidak saling menjelekkan, tidak
saling memfitnah, tetapi saling menghargai pihak lain, menghargai bahwa ada
perbedaan (hak untuk berbeda) adalah sikap seorang pemeluk agama dalam
pengendalian sosialnya. Oleh karena itu kalau terjadi pelanggaran terhadap
nilai-nilai dan norma-norma agama seseorang akan sangat merasa berdosa dan
mendapat sanksi berat dari kelompok agamanya.
4) Kedisiplinan Individu
Masyarakat terdiri dari
individu-individu. Karena itu bila semua individu mengusahakan kebenaran,
kejujuran dan kedisiplinan, maka seluruh masyarakat akan menjadi tertib. Orang
akan menjadi sedih, menyesal, karena merasa bersalah, berdosa, merupakan hasil
mawas diri atas introspeksi. Orang yang menyesal akan berusaha memperbaiki
kesalahannya, diminta atau tidak diminta. Oleh karena itu dengan mendisiplinkan
diri sendiri niscaya pelanggaran tidak pernah terjadi.
RANGKUMAN
Ø
Berger (1978)
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai cara yang digunakan masyarakat untuk
menertibkan anggotanya yang membangkang.
Ø
Roucek (1965)
mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang
mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun
dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
Ø
Secara umum dapat
disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat
disebut Pengendalian Sosial (Social Control).
Ø
Empat cakupan
pengendalian sosial: pengawasan antar individu, pengawasan individu dengan
kelompok, pengawasan kelompok dengan individu, pengawasan antar kelompok.
Ø
Sifat
pengendalian sosial ada dua macam:
1. Preventif, yaitu pengendalian sosial dilakukan sebelum
terjadinya pelanggaran.
2. Represif, yaitu pengendalian sosial yang ditujukan
untuk memulihkan keadaan seperti sebelum pelanggaran terjadi
Ø
Tujuan
pengendalian sosial terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan
perubahan dalam masyarakat.
Ø
Cara/teknik
pengendalian sosial yaitu persuasive dan represif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar