Translate

Jumat, 09 November 2012

PENGENDALIAN SOSIAL


1.    Pengertian Pengendalian Sosial
Manusia dalam kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Dalam berinteraksi tersebut adakalanya timbul masalah, misalnya terjadi salah paham lalu berkelahi. Bagaimana kalau timbul masalah ?. Tentunya kita semua berharap masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan akan kembali pada situasi dan kondisi semula, sehingga akan terwujud suatu keseimbangan sosial ( social equilibrium). Untuk menciptakan keseimbangan sosial tersebut diperlukan upaya menghilangkan penyimpangan-penyimpangan sosial. Berikut ini beberapa definisi tentang pengendalian sosial. Menurut Berger (1978). Pengendalian Sosial adalah: berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Roucek (1965) mengemukakan bahwa Pengendalian Sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut pengendalian sosial ( Social Control).

2.    Cakupan Pengendalian Sosial
Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Yang terlibat dalam pengendalian sosial bisa seorang individu atau kelompok individu/manusia. Contohnya sebagai berikut:
a.    Pengawasan antar individu.
Contoh: Amir menyuruh adiknya agar berhenti berteriak-teriak, Tono mengawasi adiknya agar tidak berkelahi, dan Polisi memerintahkan memakai helm pada seorang pengendara sepeda motor.
Dari contoh di atas Amir, Tono dan Polisi sebagai individu (manusia seorang diri) pengendali sosial, yang mengendalikan individu lain.

b.    Pengawasan individu dengan kelompok.
Contoh: Guru mengawasi ujian di kelas, Polisi mengatur lalu lintas dan Bapak memerintah anak-anaknya untuk segera belajar daripada ribut terus. Dari contoh di atas guru, polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan pengendalian sosial terhadap kelompok individu, yaitu murid, pengguna jalan dan anak-anak.

c.    Pengawasan kelompok dengan individu.
Contoh: Bapak dan Ibu Pranoto selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya, sekelompok orang menyuruh turun pada seorang anak yang memanjat tiang listrik, dan kawanan massa menghajar seorang pencopet. Dari contoh di atas Bapak dan Ibu, sekelompok orang dan kawanan massa merupakan kelompok pengendali sosial terhadap seorang individu, yaitu anak tunggal, seorang anak dan seorang pencopet.

d.    Pengawasan antar kelompok.
Contoh: Dua perusahaan yang melakukan joint venture (patungan) selalu melakukan saling pengawasan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan dua atau lebih negara berkembang bergabung dalam pengawasan peredaran obat-obatan terlarang. Dari contoh di atas, ada kelompok orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai pengendali sosial kelompok lain yaitu perusahaan, Depdiknas dan negara berkembang. Demikianlah, Anda kini telah mengetahui 4 hal cakupan pengendalian sosial. Cobalah cari contoh-contoh lain agar Anda lebih memahaminya.
3.    Sifat Pengendalian Sosial
Bagaimana masyarakat melakukan pengendalian sosial terhadap perilaku anggotanya? Ada 2 sifat yang dipakai dalam pengendalian sosial. Dua sifat dalam pengendalian sosial tersebut yaitu :
a.    Preventif: yaitu pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran, artinya mementingkan pada pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran. Contoh: Untuk mencegah anaknya berkelahi Ibu Amir menyuruh anak-anaknya tidak bermain di luar rumah, tidak bosan-bosannya guru menasehati murid-muridnya untuk segera pulang dan tidak nongkrong-nongkrong dulu di jalanan; untuk menghindari terjadinya tawuran pelajar, merokok atau terlibat narkoba.

b.   Represif: adalah pengendalian sosial yang dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan ( deviasi). Pengendalian sosial ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadinya tindakan penyimpangan. Contoh: Berulangkali Ibu Tono menasehati agar Tono tidak berkelahi, namun suatu hari kemudian Tono berkelahi juga. Betulkah itu contoh pengendalian social represif? Jelas itu salah! Mengapa? Karena nasehat kepada Tono dilakukan sebelum Tono berkelahi. Contoh pengendalian represif yang betul, misalnya : Hakim menjatuhkan hukuman kepada terpidana, Pak Rudi di PHK karena korupsi. Dari contoh tersebut, terpidana dan Pak Rudi mendapat hukuman dan PHK setelah melakukan tindakan penyimpangan. sosial.

4.    Tujuan Pengendalian Sosial
Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan, menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya perubahan.

Ada 4 cakupan pengendalian sosial yaitu:
a. Pengendalian sosial antar individu
b. Pengendalian sosial individu terhadap kelompok
c. Pengendalian sosial kelompok terhadap individu
d. Pengendalian sosial antar kelompok.

5.    Teknik-teknik Pengendalian Sosial.
a.    Cara Persuasif
Cara persuasif lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan menghimbau. Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan. Contoh:
1)    Para tokoh masyarakat membina warganya dengan memberi nasehat kepada warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya.
2)    Seorang ibu dengan penuh kasih sayang menasehati anaknya yang ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3)    Seorang guru membimbing dan membina muridnya yang ketahuan merokok di sekolah. Guru tersebut dengan penuh kewibawaan dan kesabaran menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak kesehatan dan juga merugikan orang lain, selain itu juga merupakan pemborosan.

b.    Cara Koersif
Cara koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif, contoh:
1)   Agar para perampas sepeda motor jera akan perbuatannya, maka ketika tertangkap masyarakat langsung mengeroyoknya. Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2)   Peraturan hukum dari negara tertentu yang memberlakukan hukuman cambuk, rajam, bahkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan, agar para pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat jera dan takut melakukan tindak kejahatan.

c.    Cara Pengendalian Sosial Melalui Sosialisasi
Cara pengendalian sosial melalui sosialisasi dikemukakan oleh Froman pada tahun 1944 sebagai berikut: “Jika suatu masyarakat ingin berfungsi secara efisien, maka mereka harus melakukan perannya sebagai anggota masyarakat”. Melalui sosialisasi mereka dapat menjalankan peran sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Misalnya, sejak kecil seseorang dididik melakukan kewajiban yang ada di lingkungan keluarga seperti membersihkan rumah dan merapikan kamar, lambat laun akan timbul rasa senang dalam diri anak tersebut jika sudah melakukan kewajibannya. Apabila si anak tersebut sudah besar dan hidup di lingkungan yang lebih luas, ia akan terbiasa berperan sesuai dengan status yang ia sandang. Melalui sosialisasi seseorang diharapkan dapat menghayati (menginternalisasikan) norma-norma, nilai di masyarakat dan menerapkan dalam perilakunya sehari-hari.

d.    Cara Pengendalian Sosial Melalui Tekanan Sosial.
Cara pengendalian sosial melalui tekanan sosial dikemukakan oleh Lapiere pada tahun 1954. Lapiere berpendapat bahwa pengendalian sosial merupakan suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Kelompok akan sangat berpengaruh jika anggotanya sedikit dan akrab. Keinginan kelompok dapat digunakan untuk menerapkan norma-norma yang ada agar para anggotanya dapat merealisasikannya. Misalnya, pandangan masyarakat konservatif yang masih menganggap perlu diadakannya upacara adat secara seremonial. Mereka cenderung tetap melaksanakannya daripada melanggarnya.

6.    Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial
Bentuk-bentuk pengendalian sosial antara lain:
a.    Desas-desus (Gosip)
Merupakan “kabar burung” atau “kabar angin” yang kebenarannya sulit dipercaya. Namun dalam masyarakat pengendalian sosial ini sering terjadi. Gosip sebagai bentuk pengendalian sosial yang diyakini masyarakat mampu untuk membuat pelaku pelanggaran sadar akan perbuatannya dan kembali pada perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Gosip kadang dipakai sebagai alat untuk mendongkrak popularitas seseorang, misalnya artis, dan pejabat..
b.    Teguran
Merupakan peringatan yang ditujukan pada pelaku pelanggaran. Bisa dalam wujud lisan maupun tulisan. Tujuan teguran adalah membuat si pelaku sesegera mungkin menyadari kesalahannya. Misalnya, seorang guru menegurmuridnya yang sering ngobrol pada waktu belajar di kelas. Adakalanya juga memberikan surat pemanggilan orang tuanya untuk ke sekolah.

c.    Hukuman ( Punishment)
Adalah sanksi negatif yang diberikan kepada pelaku pelanggaran tertulis maupun tidak tertulis. Pada lembaga formal diberikan oleh Pengadilan, pada lembaga non formal oleh Lembaga Adat.

d.    Pendidikan
Pengendalian sosial yang telah melembaga baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan membimbing seseorang agar menjadi manusia yang bertanggung jawab dan berguna bagi agama, nusa dan bangsanya. Seseorang yang berhasil di dunia pendidikan akan merasa kurang enak dan takut apabila melakukan perbuatan yang tidak pantas atau menyimpang bahkan melanggar peraturan. Contoh: setelah Tono terpilih menjadi pelajar teladan ia sangat menjaga perilakunya dengan baik, untuk tidak melanggar tata tertib, bertutur kata baik, mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar dengan penuh tanggung jawab.

e.    Agama
Merupakan pedoman hidup untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagai pemeluk agama seseorang harus menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan. Contoh: jika seseorang meyakini dan patuh pada agamanya, maka dengan sendirinya perilakunya terkendali jauh dari perilaku menyimpang atau melanggar peraturan. Misalnya, tidak akan memfitnah, korupsi, berjudi, dan mencuri.

f.     Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik akan dijalankan sebagai alternatif terakhir dari pengendalian sosial, apabila alternatif lain sudah tidak dapat dilakukan. Namun banyak kejadian, perlakuan ini terjadi tanpa melakukan bentuk pengendalian sosial lain terlebih dahulu.Contoh: Pencuri dihajar massa dan tidak diserahkan pada polisi, rumah dukun santet dibakar dan petugas keamanan menembak perusuh tanpa tembakan peringatan terlebih dahulu.

7.    Konsekuensi Pengendalian Sosial
a.    Fungsi Pengendalian Sosial
Fungsi pengendalian sosial ada 2 hal pokok, yaitu:
1)   Meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma. Usaha ini ditempuh melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Melalui pendidikan formal ditanamkan kepada peserta didik kesadaran untuk patuh aturan, sadar hukum dan sebagainya melalui mata pelajaran-mata pelajaran yang ada. Melalui pendidikan non formal, mass media dan alat-alat komunikasi menyadarkan warga masyarakat untuk beretika baik, tertib lalu lintas, dan sebagainya.
2)   Mempertebal kebaikan norma. Hal ini dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan legenda, hikayat-hikayat, cerita-cerita rakyat maupun cerita-cerita agama yang memiliki nilai-nilai terpuji, contohnya cerita Malin Kundang, cerita Nabi Sulaiman, dan sebagainya. Dengan demikian dalam pelaksanaan pengendalian sosial diperlukan sarana atau alat yang berupa lembaga atau pranata sosial.

b.    Peranan Pranata Sosial atau Lembaga Sosial Dalam Pengendalian Sosial.
Peranan lembaga sosial atau pranata sosial dalam pengendalian sosial yang terjadi di masyarakat adalah sangat besar dan dibutuhkan, khususnya terhadapperilaku yang menyimpang demi keseimbangan sosial. Terlebih dahulu marilah kita perjelas pengertian lembaga sosial atau pranata sosial. Lembaga sosial merupakan wadah/tempat dari aturan-aturan khusus, wujudnya berupa organisasi atau asosiasi. Contohnya KUA, mesjid, sekolah, partai, CV, dan sebagainya. Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota masyarakat agar hidup aman, tenteram dan harmonis. Dengan bahasa sehari-hari kita sebut “aturan main/cara main”. Jadi peranan pranata sosial sebagai pedoman kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan sosial. Pranata sosial merupakan kesepakatan tidak tertulis namun diakui sebagai aturan tata perilaku dan sopan santun pergaulan. Contoh: kalau makan tidak berbunyi, di Indonesia pengguna jalan ada di kiri badan jalan, tidak boleh melanggar hak orang lain, dan sebagainya. Jadi lembaga sosial bersifat konkret, sedangkan pranata sosial bersifat abstrak, namun keduanya saling berkaitan.
Pranata sosial atau lembaga sosial apa yang terdapat dalam masyarakat yang dipakai sebagai pengendalian sosial? Pengendalian sosial itu dapat dilakukan oleh:
1)   Polisi
Polisi sebagai aparat negara, bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Peran Polisi bukan hanya menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku pelanggaran ke instansi lain seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan mengadakan penyuluhan terhadap orang yang berperilaku menyimpang dari hukum.

2)   Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.

3)   Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat radisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat atau ringan.

4)   Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat diharapkan menjadi teladan, pembimbing, penasehat dan petunjuk.Ada dua macam toko masyarakat:a. tokoh masyarakat formal, misalnya Presiden, Ketua DPR/MPR, Dirjen, Bupati, Lurah, dsb; b. tokoh masyarakat informal, misalnya pimpinan agama, ketua adat,pimpinan masyarakat.

c.    Konsekuensi Penggunaan Teknik-teknik Pengendalian Sosial
Konsekuensi adalah akibat yang harus ditanggung dari hasil perbuatan, pemecahan masalah, rencana atau langkah yang sudah diambil. Teknik-teknik atau caracara pengendalian sosial adalah persuasif, koersif, melalui sosialisasi, melalui tekanan. Ternyata cara-cara atau teknik-teknik dalam pengendalian sosial tersebut tidak semuanya cocok kita terapkan dalam kondisi, situasi, waktu dan tempat yang sama. Oleh karena itu kita perlu hati-hati dalam penerapan cara pengendalian sosial tersebut.
Konsekuensi yang harus kita tanggung dalam teknik-teknik pengendalian sosial adalah diperlukannya hukum, pendidikan, agama dan kedisiplinan individu yang betul-betul menunjang terciptanya keseimbangan sosial. Mari kita bahas satu persatu:
1)   Hukum
Hukum adalah aturan yang tertulis yang mengatur hak dan kewajiban dan hubungan hukum antar manusia. Hukuman adalah penderitaan yang dijatuhkan secara resmi oleh lembaga yang berwenang terhadap pihak yang melakukan pelanggaran atau kejahatan. Hukuman adalah sanksi yang negatif. Sedangkan sanksi positif disebut Rewards, yang berupa pujian, hadiah, bagi orang yang mematuhi aturan sehingga dapat dijadikan teladan. Tujuan hukuman ialah agar si pelaku menjadi jera atas perbuatannya dan menjadi baik lagi seperti keadaan sebelum ia menjadi jahat.

2)   Pendidikan
Pendidikan formal maupun pendidikan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan melalui sekolah sedangkan pendidikan non formal melalui pergaulan di masyarakat. Pendidikan sekolah akan mampu membentuk perilaku manusia untuk disiplin, mematuhi tata tertib, membina hubungan baik dengan sesama. Melalui pergaulan masyarakat sangat berpengaruh bagi perkembangan pribadi seseorang. Pemahaman diri, pemahaman masyarakat dan pemahaman nilai-nilai hidup akan membantu terciptanya masyarakat yang terkendali. Pelaku pelanggaran akan berkurang kalau masyarakat cukup berpendidikan.

3)   Agama
Agama adalah bentuk hubungan pribadi antara manusia dengan Allah. Orang yang beragama akan mencoba agar semua pikiran, ucapan dan tindakannya sesuai dengan hukum Allah. Tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan. Tidak saling mengganggu, tidak saling menjelekkan, tidak saling memfitnah, tetapi saling menghargai pihak lain, menghargai bahwa ada perbedaan (hak untuk berbeda) adalah sikap seorang pemeluk agama dalam pengendalian sosialnya. Oleh karena itu kalau terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma-norma agama seseorang akan sangat merasa berdosa dan mendapat sanksi berat dari kelompok agamanya.

4)   Kedisiplinan Individu
Masyarakat terdiri dari individu-individu. Karena itu bila semua individu mengusahakan kebenaran, kejujuran dan kedisiplinan, maka seluruh masyarakat akan menjadi tertib. Orang akan menjadi sedih, menyesal, karena merasa bersalah, berdosa, merupakan hasil mawas diri atas introspeksi. Orang yang menyesal akan berusaha memperbaiki kesalahannya, diminta atau tidak diminta. Oleh karena itu dengan mendisiplinkan diri sendiri niscaya pelanggaran tidak pernah terjadi.

RANGKUMAN
Ø Berger (1978) mendefinisikan pengendalian sosial sebagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.
Ø Roucek (1965) mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
Ø Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut Pengendalian Sosial (Social Control).
Ø Empat cakupan pengendalian sosial: pengawasan antar individu, pengawasan individu dengan kelompok, pengawasan kelompok dengan individu, pengawasan antar kelompok.
Ø Sifat pengendalian sosial ada dua macam:
1.    Preventif, yaitu pengendalian sosial dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran.
2.    Represif, yaitu pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum pelanggaran terjadi
Ø Tujuan pengendalian sosial terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan dalam masyarakat.
Ø Cara/teknik pengendalian sosial yaitu persuasive dan represif.

Tidak ada komentar: