1. Definisi Sosiologi
a. Berdasarkan etimologi (kebahasaan/asal kata)
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari
kata socious, yang artinya ”kawan” atau”teman” dan logos, yang
artinya ”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu
tentang kawan. Dalam hal ini, kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti
dalampengertian sehari-hari, yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk
hubungan dianatra dua orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama.
Kawan dalam pengertian ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara
individu maupun kelompok, yang meliputi seluruh macam hubungan, baik yang
mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kerpada bentuk kerjasama
maupun yang menuju kepada permusuhan.
Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai
hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia
dalam masyarakat disebut hubungan sosial.
b. Definisi menurut para ahli sosiologi
Secara umum sosiologi dapat diberi batasan
sebagai studi tentang kehidupan sosial manusia, kelompok dan masyarakat.
Berikut dikemukakan definisi sosiologi dari beberapa ahli sosiologi.
Ø Van der Zanden memberikan batasan bahwa
sosiologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antar-manusia.
Ø Roucek dan Warren mendefinisikan
sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antar-manusia dalam kelompok
Ø Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
a) Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala
sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum
dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya,
b) Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan
gejala nonsosial, misalnya pengaruh iklim terhadap watak manusia, pengaruh
kesuburan tanah terhadap pola migrasi, dan sebagainya
c) Ciriciri umum dari semua jenis gejala sosial yang terjadi dalam
masyarakat
Ø Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
dalam bukunya yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi menyatakan
bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur
sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial
merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat,
seperti: kelompok-kelompok sosial, kelas-kelas sosial, kekuasaan dan wewenang,
lembaga-lembaga sosial maupun nilai dan norma sosial. Proses sosial merupakan
hubungan timbal-balik di antara unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan dalam
masyarakat melalui interaksi antar-warga masyarakat dan kelompok-kelompok.
Sedangkan perubahan sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada
struktur sosial dan proses-proses sosial.
2. Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
a. Sejarah kelahiran sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di
antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak
Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis yang
lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853. Auguste Comte mencetuskan
pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive
Philoshopy yang terbit pada tahun 1838. Pada waktu itu Comte menganggap
bahwa semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni
tahap ilmiah, oleh karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat
ditingkatkan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang
merupakan induknya. Pandangan Comte yang dianggap baru pada waktu itu adalah
bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang
sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi. Di samping mengemukakan
istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat masyarakat ini,
Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi
sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan
intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya.
Tahap pertama dinamakan tahap theologis,
Kedua adalah tahap metafisik, dan
ketiga adalah tahap positif. Pada
tahap pertama manusia menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara
teologis, yaitu dengan kekuatan adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa,
atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap kedua manusia mengacu pada hal-hal
metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan fenomena-fenomena
ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau didasarkan pada
hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah mengenai
masyarakat. Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar,
yaitu: (1) sosiologi statik, dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik
diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi dinamik
berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Perkembangan Sosiologi setelah Comte
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah
setengah abad kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang
menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang
mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat. Perkembangan sosiologi
semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile
Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method. Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan
tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam
sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide).
Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun,
dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu. Dalam suatu jenis
bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide disebabkan oleh
derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat
saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya.
Sebaliknya, dalam masyarakat yang derajat integrasi sosialnya rendah, akan
mengakibatkan terjadinya bunuh diri egoistik (egoistic suicide).
Derajat integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan oleh lemahnya ikatan
agama ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh diri karena tidak
tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain sisi ia merasa
tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau masyarakat yang
lain. Pada masyarakat yang dilanda kekacauan, anggota-anggota masyarakat yang
merasa bingung karena tidak adanya norma-norma yang dapat dijadikan pedoman
untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dapat saja melakukan bunuh diri
jenis anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis bunuh diri
ini, oleh Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi bukan karena
faktor-faktor internal individu, melainkan dari pengaruh faktorfaktor eksternal
individu, yang disebut fakta sosial.. Banyak pihak kemudian mengakui bahwa
Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”. Durkheim bukan saja mampu
melambungkan perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi bahkan berhasil
mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah
(sains) yang terukur, dapat diuji, dan objektif. Menurut Durkheim, tugas
sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah
cara-cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berasal dari luar individu,
tetapi memiliki kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat
berupa kultur, agama, atau isntitusi sosial. Perintis sosiologi yang lain
adalah Max Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim
yang lebih menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran
kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih menekankan
pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor
internal individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku
individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi
aktor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti
oleh pelakukunya. Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang makna
subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh individu.
3. Karakteristik Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki sifat hakikat
atau karakteristik sosiologi:
a. Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun
humaniora
b. Bersifat empirik-kategorik, bukan normatif atau etik;
artinya sosiologi berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analitis,
bukan mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Bandingkan dengan
pendidikan agama atau pendidikan moral.
c. Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya
bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-manusia
dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur
masyarakat.
d. Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science),
bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science)
e. Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis.
Dalam hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari
hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur
yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan
sebab-akibat sehingga menjadi teori.
4. Kegunaan Sosiologi dan Peran Sosiolog
Sosiologi dipelajari untuk apa? Dengan
pertanyaan lain mengapa kita belajar sosiologi?
Pertanyaan-pertanyaan itu dapat dijawab dengan uraian tentang
peran sosiolog (ahli sosiologi) berikut ini.
Sebenarnya di mana dan
sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh
sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang
dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul
pengakuan yang kuat terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan. Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi
yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog.
a. Ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu
pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industri (praktis)
b. Konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi
pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan
c. Sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di
dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat
d. Sebagai pengajar/pendidik
e. Sebagai pekerja sosial (social worker)
Di luar profesi yang telah disebutkan oleh Horton dan Hunt
tersebut, tentu saja masih banyak profesi lain yang dapat digeluti oleh seorang
sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat
keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi
banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya
dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang
menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam visinya atas nasib
rakyat. Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat,
keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting
dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan
menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan
mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal
penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.
B a h a n A j a r S O S I O L O G I K e l a s X S M 1 o l e h A g
u s S a n t o s a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar