A. Pengertian
Kata Interaksi berasal dari kata ”inter” yang artinya ”antar ”
dan ”aksi ” yang artinya tindakan. Interaksi berarti antar-tindakan. Kata
sosial berasal dari ”socious” yang artinya teman/kawan, yaitu hubungan
antar-manusia.
Interaksi sosial terjadi ketika ada seseorang atau kelompok orang melakukan
suatu tindakan kemudian dibalas oleh pihak lain (individu atau kelompok) dengan
perilaku/atau tindakan tertentu.
Proses berlangsungnya interaksi dapat
digambarkan sebagai berikut,
1. Ada dua orang atau lebih
2. Terjadi kontak sosial (hubungan sosial)
3. Terjadi komunikasi sosial (penyampaian
pesan/informasi menggunakan simbol-simbol)
4. Terjadi reaksi atas komunikasi
5. Terjadi hubungan timbal-balik yang dinamik di
antara individu dan/atau kelompok dalam masyarakat
Berdasarkan proses tersebut, dapat diketahui bahwa ada dua syarat
utama terjadinya interaksi sosial, yaitu kontak dan komunikasi sosial. Kontak
adalah hubungan yang terjadi di antara dua individu/kelompok. Kontak dapat
berupa kontak fisik, misalnya dua orang bersenggolan atau bersentuhan, dapat
juga nonfisik, misalnya tatapan mata di antara dua orang yang saling bertemu.
Sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau
informasi dari suatu pihak (individu atau kelompok) kepada pihak lain (individu
atau kelompok) menggunakansimbol-simbol. Simbol dalam komunikasi dapat berupa
apa saja yang oleh penggunanya diberi makna tertentu, bisa berupa kata-kata,
benda, suara, warna, gerakan anggota badan/isyarat. Sebagaimana pengertian
simbol yang dikemukakan oleh Ahli Antropologi Amerika Serikat bernama Leslie
White, dalam The Evolution of Culture (1959) , bahwa simbol adalah
sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan oleh mereka yang mempergunakannya.
Nilai dan makna tersebut tidak ditentukan oleh sifat-sifat yang secara
intrinsik terdapat dalam bentuk fisiknya. Proses komunikasi dinyatakan berhasil
apabila simbol-simbol yang digunakan dipahami bersama oleh pihak-pihak yang
terlibat, baik komunikator (pihak yang menyampaikan pesan) dan komunikan (pihak
yang menerima pesan). Kontak dan komunikasi sebagai syarat utama terjadinya
interaksi sosial dapat berlangsung secara primer maupun sekunder. Kontak atau
komunikasi primer adalah yang berlangsung secara tatap muka (face to face),
sedangkan kontak atau komunikasi sekunder dibedakan menjadi dua macam, yaitu
langsung dan tidak langsung. Kontak/komunikasi sekunder langsung terjadi
melalui media komunikasi, seperti surat, e-mail, telepon, video call, chating, dan
semacamnya, sedangkan kontak/komunikasi sekunder tidak langsung terjadi melalui
pihak ketiga.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Interaksi sosial baik yang berlangsung antara
individu dengan invidu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok, dipengaruhi oleh faktor-faktor imitasi, identifikasi, sugesti, dan
simpati.
1) Imitasi merupakan tindakan meniru
pihak lain, dalam hal tindakan dan penampilan, seperti cara berbicara,
cara berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Seorang individu melakukan
imitasi sejak di lingkungan keluarga, teman sepermainan, ataupun teman sesekolahan.
Meskipun demikian imitasi juga dapat berlangsung melalui media massa, misalnya
televisi, radio, maupun internet.
2) Identifikasi juga merupakan proses
meniru, tetapi berbeda dengan imitasi. Peniruan pada imitasi tidak diikuti
dengan pemberian makna yang dalam terhadap hal-hal yang ditiru, tetapi pada
identifikasi diikuti dengan pemberian makna. Apabila seseorang mengidentifikasikan
dirinya terhadap seseorang, maka dapat diartikan individu tersebut sedang
menjadikan dirinya seperti orang lain tersebut, baik dalam tindakan maupun
nilainilai, ideologi atau pandangan hidup tokoh yang dijadikannya sebagai rujukan/acuan/reference
atau panutan.
3) Sugesti merupakan pengaruh yang
diterima oleh seseorang secara emosional dari pihak lain, misalnya pengaruh
dari tokoh yang kharismatik, orang pandai, seperti dukun, paranormal, dokter,
guru, tokoh yang menjadi idola, dan lain-lain . Apabila pengaruh tersebut
diterima oleh seseorang berdasarkan pertimbangan rasional, maka disebut motivasi.
4) Simpati merupakan kemampuan
seseorang untuk merasakan diri dalam keadaan pihak lain. Misalnya seseorang
merasa simpati kepada sahabatnya yang sedang mengalami musibah. Simpati juga
dapat diartikan sebagai ketertarikan terhadap pihak lain karena telah
menampilkan tindakan atau perilaku yang sungguh berkenan di hati. Apabila ketertarikan
atau dalam merasakan keadaan orang lain tersebut diikuti dengan reaksireaksi fisiologis,
misalnya meneteskan air mata, dapat disebut sebagai emphati.
C. Nilai dan Norma Sebagai Dasar Interaksi Sosial
1.
Pengertian Nilai - Apabila Anda dihadapkan pada dua pilihan, mana yang akan Anda
pilih karena menurut Anda lebih baik:
a. Menjadi kaya meskipun harus kehilangan nama baik, atau
b. Mempertahankan nama baik meskipun harus hidup secara pas-pasan?
Apabila pilihan Anda
hadapkan kepada teman-teman Anda, barangkali akan mendapatkan jawaban yang
berbeda-beda. Ada yang menyatakan pilihan pertama lebih baik, tetapi ada juga
yang menganggap pilihan yang kedua lebih baik. Apa yang mendorong kita memilih salah
satu di antara dua pilihan tersebut? Itulah yang disebut dengan nilai.
Apa yang dimaksud
dengan nilai? Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto
disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak
di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap
buruk.
Prof. Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu:
a. Nilai material, yakni meliputi berbagai
konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
b. Nilai vital, yakni meliputi berbagai
konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam
melaksanakan berbagai aktivitas, dan
c. Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai
konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan
rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta),
nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai
moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan
(religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan.
2. Nilai individual - nilai sosial
Seorang individu mungkin memiliki nilai-nilai
yang berbeda, bahkan bertentangan dengan individu-individu lain dalam
masyarakatnya. Nilai yang dianut oleh seorang individu dan berbeda dengan nilai
yang dianut oleh sebagaian besar anggota masyarakat dapat disebut sebagai nilai
individual. Sedangkan nilai-nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat
disebut nilai sosial.
3.
Beberapa definisi nilai sosial:
a. Kimbbal Young memberikan definisi bahwa nilai sosial adalah
asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang
pentinga,
b. A.W. Green nilai sosial adalah kesadaran yang secara
relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek,
c. Woods memberikan definisi bahwa nilai sosial merupakan
petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah
laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari
4. Ciri-ciri nilai sosial:
a.
Nilai sosial merupakan
konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
b.
Nilai sosial bukan bawaan
lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri
melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam
kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
c.
Nilai sosial memberikan
kepuasan kepada penganutnya,
d.
Nilai sosial bersifat
relative,
e.
Nilai sosial berkaitan satu
dengan yang lain membentuk sistem nilai,
f.
Sistem nilai bervariasi
antara satu kebudayaan dengan yang lain,
g.
Setiap nilai memiliki efek
yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
h.
Nilai sosial melibatkan
unsur emosi dan kejiwaan, dan
i.
Nilai sosial mempengaruhi
perkembangan pribadi.
B a h a n A j a r S O S I O L O G I K e l a s X S M 1 o l e h A g
u s S a n t o s a
5.
Fungsi nilai sosial.
a. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai
yang berhubungan dengan citacita atau harapan,
b. Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak,
panduan menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penghargaan sosial,
pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
c. Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya.
6. Kerangka Nilai Sosial
Antara masyarakat yang satu dengan yang lain
dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau pun berbeda. Cobalah ingat pepatah
lama dalam Bahasa Indonesia: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain
ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa tata”.
Pepatahpepatah ini menunjukkan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di
antara masyarakat atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui
sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang atau suatu masyarakat tidaklah
mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam pikiran para
warga masyarakat atau kelompok.
Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di Indonesia banyak
dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan
acuan untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau
masyarakat.
Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:
a. Tanggapan mengenai hakekat hidup (MH), variasinya: ada individu,
kelompok atau masyarakat yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau
“hidup itu buruk”,
b. Tanggapan mengenai hakikat karya (MK), variasinya: ada orang yang
menganggap karya itu sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu
sebagai fungsi,
c. Tanggapan mengenai hakikat waktu(MW), variasinya: ada kelompok
yang berorientasi ke masa lalu, sekarang atau masa depan,
d. Tanggapan mengenai hakikat alam (MA), Variainya: masyarakat
Industri memiliki pandangan bahwa manusia itu berada di atas alam, sedangkan
masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam.
Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat industri memiliki
pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk kepentingan hidupnya, sedangkan
masyarakat agraris berupaya untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam,
e. Tanggapan mengenai hakikat manusia (MM), variasi: masyarakat
tradisional atau feodal memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam
masyarakat tradisional terdapat perbedaan harga diri (prestige) yang tajam
antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata. Sedangkan masyarakat
industrial memandang manusia yang satu dengan yang lain secara horizontal
(sejajar).
7. Pengertian Norma sosial
Kalau nilai merupakan pandangan tentang
baik-buruknya sesuatu, maka norma merupakan ukuran yang digunakan oleh
masyarakat apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan
sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang
karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat. Apa
hubungannya antara nilai dengan norma? Norma dibangun di atas nilai sosial, dan
norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial.
Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.
B a h a n
A j a r S O S I O L O G I K
e l a s X S M 1 o l e h A g u s S a n t o s aaman 9
8. Berbagai macam norma dalam masyarakat
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat:
a. Tata cara atau usage. Tata cara (usage);
merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringat terhadap pelanggarnya,
misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas
ketika minum. Pelanggaran atas norma ini hanya dinyatakan tidak sopan.
b. Kebiasaan (folkways). Kebiasaan (folkways);
merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan
berulang-ulang oleh banyak orang. Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu,
membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua,
dst.
c. Tata kelakuan (mores). Tata kelakuan merupakan norma yang
bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideology yang dianut oleh
masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat. Contoh: larangan berzina, berjudi,
minum minuman keras, penggunaan napza, mencuri, dst.
d. Adat (customs). Adat merupakan norma yang tidak tertulis
namun sangat kuat mengikat, apabila adat menjadi tertulis ia menjadi hukum
adat.
e. Hukum (law). Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis,
ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang melanggar dirumuskan secara tegas.
Berbeda dengan norma-norma yang lain, pelaksanaan norma hukum didukung oleh
adanya aparat, sehingga memungkinkan pelaksanaan yang tegas.
9. Mode atau fashion.
Di samping lima macam norma yang telah disebutkan itu, dalam
masyarakat masih terdapat satu jenis lagi yang mengatur tentang
tindakan-tindakan yang berkaitan dengan estetika atau keindahan, seperti pakaian,
musik, arsitektur rumah, interior mobil, dan sebagainya. Norma jenis ini
disebut mode atau fashion. Fashion dapat berada pada tingkat usage,
folkways, mores, custom, bahkan law.
D. Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial sebagai proses sosial utama mempunyai dua bentuk
pokok, yaitu (1) menjauhkan, dan (2) mendekatkan (Mark L. Knap). Ahli sosiologi
lain, membedakan antara (1) interaksi asosiatif dan (2) disosiatif. Dua macam
pembedaan ini sebenarnya tidaklah berbeda. Interaksi asosiatif merupakan bentuk
interaksi sosial yang menguatkan ikatan sosial, jadi bersifat mendekatkan atau
positif. Interaksi disosiatif merupakan bentuk interaksi yang merusak ikatan
sosial, bersifat menjauhkan atau negatif.
Interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai
bentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi.
Interaksi disosiatif
meliputi bentuk-bentuk seperti persaingan/kompetisi, pertikaian/konflik, dan
kontravensi.
Proses-proses asosiatif
Interaksi asosiatif
bersifat menguatkan ikatan sosial, cenderung kontinyu atau
berkelanjutan.Mengapa? Karena (1) didasarkan kepada kebutuhan yang nyata, (2)
memperhitungkan efektivitas, (3) memperhatikan efisiensi, (4) mendasarkan pada
kaidah-kaidah atau nilai dan norma sosial yang berlaku, dan (5) tidak memaksa
secara fisik dan mental.
1. Kerjasama (koperasi)
Yang dimaksud kerjasama adalah dua atau lebih orang/kelompok
melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Kerja sama timbul ketika
orang-orang menyadari adanya kepentingan yang sama pada saat bersamaan, dan
mempunyai pengertian bahwa kepentingan yang sama tersebut dapat lebih mudah
dicapai apabila dilakukan bersama-sama. Motivasi bekerjasama
Kesadaran orang/kelompok untuk bekerjasama dapat berupa:
a. menghadapi tantangan bersama,
b. menghadapi pekerjaan yang memerlukan tenaga massal,
c. melaksanakan upacara keagamaan,menghadapi musuh bersama,
d. memperoleh keuntungan ekonomi,
e. untuk menghindari persaingan bebas, menggalang terjadinya
integrasi sosial (keutuhan
f. masyarakat).
Bentuk-bentuk kerjasama
Kerjasama di antara individu atau kelompok
dalammasyarakat dapat berupa:
Ø bargaining (pertukaran “barang” atau
“jasa” di antara dua individu/kelompok),
Ø kooptasi (penerimaan unsur baru
dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan untuk menghindari kegoncangan
stabilitas kelompok), dan
Ø koalisi (penggabungan dua kelompok
atau lebih yang mempunyai tujuan sama).
2. Akomodasi
Akomodasi dapat berarti proses atau keadaan. Sebagai proses,
akomodasi merupakan upaya upaya menghindarkan, meredakan atau mengakhiri
konflik atau pertikaian, Sebagai keadaan, akomodasi merupakan keadaan di mana
hubungan-hubungan di antara unsur-unsur sosial dalam keselarasan dan
keseimbangan, sehingga warga masyarakat dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya
dengan harapan-harapan atau tujuan-tujuan masyarakat. Gillin dan Gillin
menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang dipakai oleh para sosiolog
untuk menggambarkan keadaan yang sama dengan pengertian adaptasi yang digunakan
oleh para ahli biologi untuk menggambarkan proses penyesuaian mahluk hidup dengan
lingkungan alam di mana ia hidup.
Tujuan akomodasi:
a. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-orang atau
kelompok-kelompok akibat perbedaan faham. Dalam hal ini akomodasi diarahkan
untuk memperoleh sintesa baru dari faham-faham yang berbeda.
b. Untuk mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu
c. Untuk memungkinkan dilangsungkannya kerjasama di antara
individu-individu atau kelompok-kelompok yang karena faktor psikologi atau
kebudayaan menjadi terpisah satu dari lainnya
d. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya
terpisah
Bentuk-bentuk akomodasi sebagai proses
menghindarkan, meredakan atau mengakhiri konflik:
a. Kompromi (pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan)
b. Toleransi (saling menghargai, menghormati, membiarkan di antara
pihak-pihak yang sebenarnya saling berbeda)
c. Konsiliasi (usaha yang bersifat kelembagaan untuk mempertemukan
pihak-pihak yang bertikai sehingga dicapai kesepakatan bersama)
d. Koersi (keadaan tanpa konflik karena terpaksa; akibat dari
berbedanya secara tajam kedudukan atau kekuatan di antara fihak-fihak yang
berbeda, misalnya antara buruh–majikan, orangtua-anak, pemimpin-pengikut, dan
seterusnya)
e. Mediasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang netral
sebagai penasehat)
f. Arbitrasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang
berwenang untuk mengambil keputusan penyelesaian)
g. Stalemate (perang dingin, yakni
keadaan seimbang tanpa konflik karena yang bertikai memiliki kekuatan yang
seimbang
h. Displacement (menghindari konflik dengan
mengalihkan perhatian)
i. Ajudikasi (penyelesaian konflik melalui proses hukum/in court) Secara
umum dapat dinyatakan bahwa akomodasi merupakan upaya menyelesaikan konflik atau
pertikaian di luar hukum.
3. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses sosial tingkat lanjut yang ditandai
oleh adanya upaya-upaya mengurangi perbedaan serta mempertinggi kesatuan
tindakan, sikap dan proses-proses mental di antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok dengan memperhatikan kepentingan atau tujuan bersama.
Asimilasi akan terjadi apabila:
a. dua kelompok yang berbeda kebudayaan
b. individu/warga kelompok saling bertemu dan bergaul intensif dalam
waktu yang lama, sehingga terjadi kontak kebudayaan (akulturasi) yang
memungkinkan dua kelompok yang berbeda itu saling mengadopsi (meminjam)
unsur-unsur kebudayaan
c. cara hidup dan kebudayaan dua kelompok itu saling menyesuaikan
diri sehingga masing masing mengalami perubahan kelompok-kelompok tersebut
melebur membentuk kelompok baru dengan cara hidup dan kebudayaan baru yang
berbeda dari kelompok asal
Interaksi sosial yang menghasilkan asimilasi:
a. bersifat pendekatan
b. tidak mengalami hambatan dan pembatasan
c. interaksi berlangsung primer
d. interaksi berlangsung dengan frekuensi yang tinggi dan dalam
keseimbangan
Hal-hal yang mempermudah asimilasi:
a. toleransi
b. kesempatan yang seimbang dalam proses ekonomi
c. sikap menghargai orang asing dengan segenap kebudayaannya
d. sikap terbuka dari golongan yang berkuasa (elite/the rulling
class)
e. persamaan unsur-unsur kebudayaan
f. perkawinan campuran (amalgamasi)
Hal-hal yang menghambat asimilasi:
a. terisolirnya suatu kelompok
b. kurangnya pengetahuan terhadap kebudayaan lain
c. adanya prasangka terhadap kebudayaan lain
d. penilaian bahwa kebudayaan kelompoknya lebih tinggi derajatnya
(ethnosentrisme)
e. Loyalitas yang berlebihan kepada kelompok bawaan lahirnya
(primordialisme)
f. in group feeling yang kuat
g. perbedaan warna kulit dan ciri-ciri badaniah (ras)
Karena asimilasi berkaitan dengan proses yang mendahuluinya, yakni
akulturasi, maka berikut dikemukakan beberapa hal yang berkait dengan proses
akulturasi atau kontak kebudayaan itu.
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima:
a.
Unsur kebudayaan material
dan teknologi
b.
Unsur kebudayaan yang mudah
disesuaikan
c.
Unsur kebudayaan yang
dampaknya tidak begitu mendalam, misalnya mode (fashion) atau unsur
kesenian
Unsur kebudayaan yang tidak mudah diterima:
a.
Unsur-unsur yang berkaitan
dengan nilai yang mendasari pola berfikir dan cara hidup, misalnya: agama,
ideologi atau falsafah hidup
b.
Unsur kebudayaan yang telah
tersosialisasi dan terinternalisasikan secara luas dan mendalam: sistem
kekerabatan (discent), makanan pokok, kebiasaan makan, dan sebagainya.
Kelompok dalam masyarakat yang mudah menerima
kebudayaan baru:
a.
golongan muda yang
identitas diri dan kepribadiannya belum mantap
b.
kelompok masyarakat yang
tidak mapan atau anti kemapanan
c.
kelompok masyarakat yang
berada dalam tekanan, misalnya kaum minoritas
d.
golongan terdidik (kelas
menengah/perkotaan)
Proses-proses disosiatif, meliputi
1. Persaingan (Kompetisi)
Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana
orang-perorangan atau kelompokkelompok saling memperebutkan sesuatu yang
menjadi pusat perhatian dengan cara berusaha menarik perhatian atau mempertajam
prasangka, tanpa disertai dengan tindakan kekerasan ataupun ancaman, melainkan
dengan peningkatan mutu atau kualitas diri.
Persaingan mempunyai dua tipe umum, yaitu:
a. bersifat personal/pribadi atau perorangan (rivalry),
b. bersifat korporasi atau kelompok
Ruang lingkup
persaingan dapat diberbagai bidang kehidupan: ekonomi (perdagangan), sosial
(kesempatan pendidikan), budaya (kesenian, olahraga), politik (pemerintahan,
partai politik) maupun keagamaan (antar kelompok agama, aliran, madzab, sekte,
dst.)
2. Konflik (Pertikaian)
Pertikaian atau konflik merupakan proses sosial seperti halnya
kompetisi atau persaingan, hanya bedanya pada pertikaian disertai dengan
ancaman dan/atau tindak kekerasaan, baik fisik maupun nonfisik.
Pertikaian dapat timbul karena:
a. perbedaan individual, berupa pendirian atau perasaan
b. perbedaan kebudayaan, berupa perbedaan sistem nilai atau norma
c. perbedaan kepentingan, berupa kepentingan ekonomi atau politik
d. perubahan sosial dan budaya yang berlangsung cepat sehingga para
warga masyarakat kesulitan menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya
antara kelompok yang mempertahankan status quo dengan kelompok reformis
(pembaru).
e. Seperti halnya persaingan, pertikaian pun dapat berlangsung antara
perorangan ataupun kelompok.
3. Kontrvensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang berada
di antara persaingan dan konflik. Kontravensi merupakan sikap yang tersembunyi
terhadap pihak-pihak lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan.
Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai menimbulkan
pertikaian.
Bentuk-bentuk kontravensi:
a. proses umum: perbuatan menolak, keengganan, menganggu proses atau
mengacaukan rencana
b. sederhana: menyangkal pernyataan di depan umum, memaki, mencerca,
memfitnah, menyebarakan selebaran atau melemparkan pembuktian kepada orang lain
c. intensif: menghasut, menyebarkan desas-desus
d. taktis: mengejutkan lawan dengan perang urat syaraf (psy war),
unjuk kekuatan (show of force), dan sebagainya.
E. Interaksi Sosial dan Pembentukan Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial terjadi apabila tindakan dan
interaksi sosial di antara para warga masyarakat berlangsung sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku. Menurut para penganut teori fungsionalisme
struktural, meskipun di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sosial yang
saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling menyesuaikan
sehingga membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial.
Sedangkan menurut para penganut teori konflik, keteraturan sosial akan terjadi
apabila dalam masyarakat terdapat unsur sosial yang dominan (menguasai) atau
adanya ketergantungan ekonomi satu terhadap lainnya. Wujud nyata dari
keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana cara berfikir,
berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga
masyarakat selaras (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang
belaku dalam masyarakat yang besangkutan.
Keteraturan sosial akan tercipta dalam
masyarakat apabila:
a. terdapat sistem nilai dan norma sosial yang jelas. Jika nilai dan
norma dalam masyarakat tidak jelas akan menimbulkan keadaan yang dinamakan
anomie (kekacauan norma).
b. individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
c. individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
d. berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar